Minggu, 23 September 2012

SAYANG #belajaranalisis-1



Selamat gini hari! (mengutip sapaan seorang kawan bernama Septian Wibowo)
Hai kawan-kawan sekalian, apa kabar?

Pada pertemuan kali ini saya mulai memaparkan percobaan analisis terhadap film ‘Ada Apa dengan Cinta’. Bila kalian mengikuti perkembangan film Indonesia, tentu film ini sangat kalian tahu. Ya, film ini pernah menjadi raja serta trending topic pada masanya.


Film ini mengisahkan asmara dua remaja SMA yang berawal dari puisi. Gara-gara puisi mereka saling mengenal. Kemudian, gara-gara puisi mereka menjadi dekat. Gara-gara puisi mereka saling cinta. Hingga akhirnya mereka berjanji setia lewat puisi. Seperti itulah kira-kira ceritanya.

Rasanya tak perlu saya paparkan resensi apalagi menceritakan kembali film tersebut lewat tulisan ini, karena agenda kali ini ialah menganalisis film tersebut. Bila ada dari kalian yang belum memiliki film tersebut, apalagi belum menontonnya, kalian boleh mengirimkan pesan pada saya lewat akun facebook ini, nanti akan saya kirimkan link untuk kalian download.

Analisis perdana ini mengenai puncak cinta seorang manusia pada manusia lain, yakni sayang. Sayang lebih kita kenal dengan cinta seseorang terhadap orangtua atau anaknya. Pada film ini akan saya sebutkan beberapa adegan yang menunjukkan betapa perasaan sayang dimiliki oleh setiap manusia, dan perasaan itu sangatlah penting.

Dimulai dari menit ke-3, dimana Alya menangis meratapi kekerasan yang ia dapat dari Ayahnya. Saat itu teman-teman Alya mencoba menghibur dengan bersikap empati, yaitu mengingatkan bahwa Alya memiliki sahabat, bahwa sahabat akan selalu membela Alya. Cinta yang mengingatkan hal ini dengan mengutarakan janji sahabat.

“Masalah salah satu di antara kita, adalah masalah kita semua. Musuh salah-satu di antara kita, adalah musuh kita semua”

Usaha ini sempat ditampik oleh Alya. “Tapi Cinta, bokap berantem sama nyokap gue, bukan sama gue”

Cinta membalas kembali “Tapi elu udah sering banget jadi korban kayak gini, Al”

Kemudian Alya benar-benar mengutarakan perasaan sayangnya.

“Gimana sih gua mesti ngejelasin ke elo semua? Terserah lo mau percaya apa enggak. Bokap gue kalo udah ngamuk kayak gitu, kayak orang gak sadar, tau nggak. Abis ngamuk dia bisa nangis kayak anak kecil, nyesel abis, nyiumin kaki nyokap gue, melukin gue.”

Alya sangat mengutarakan rasa sayang kepada orangtuanya itu, tanpa memilih salah satu di antara Ayah dan Ibu. Apa yang diucapkan Alya ini mengindikasikan bahwa Alya mencintai keduanya bersamaan, sama rata, sama rasa, sama sayang. Kalau Alya memilih salah satu, tentu ia membela salah satu itu. Tapi, yang terjadi justru Alya meratapi apa yang terjadi pada Ibunya dan begitu mudah memaafkan perbuatan Ayahnya. Inilah tanda bahwa Alya benar-benar menyayangi keduanya.

Kemudian di menit 19, ketika menelpon Cinta dan mecoba curhat, Alya justru mengurungkan niatnya. Pada saat itu Alya tengah mengurung diri di kamar, mencoba menghindar dari pertengkaran orangtuanya. Tingkah Alya memang sangat lemah, dimana ia hanya bisa menangis dan meratapi kesedihan, tapi dibalik itu sikapnya menunjukkan bahwa Alya menyayangi orangtuanya.

Puncak dari ekspresi sayang yang ditampilkan film ini melalui tokoh Alya yaitu ketika ia mencoba bunuh diri dengan cara memutuskan urat nadinya sendiri. Sikap ini menunjukkan betapa Alya hanya ingin orangtuanya kembali baik-baik, tidak lagi bertengkar.

Agak miris sebenarnya memandang sikap Alya yang nampak putus asa. Tapi ini bisa dimaklumi karena pertengkaran yang begitu sering memang bisa menimbulkan depresi akut. Inilah yang terjadi pada Alya.

Apakah sahabat bisa menjadi penawar sedih? Tentu saja, ya. Lalu, apakah sahabat memiliki rasa sayang kepada sahabatnya? Kemungkinan ya, tapi kebanyakan tidak sesuai harapan. Mengapa begitu? Karena sikap sahabat pada umumnya tidak termasuk dalam definisi sayang.

Kita tahu, bahwa sayang adalah perasaan yang dimiliki seseorang terhadap orang lain yang mampu membuat pemilik rasa itu melakukan serta memberikan apapun untuk orang yang ia sayangi, tanpa mengharapkan secuil pun imbalan. Sedangkan sahabat, sebenarnya memiliki kualifikasi memberi seperti halnya sayang, tapi sahabat biasanya lebih mementingkan dirinya sendiri. Ini terjadi ketika ternyata Cinta lebih memilih untuk pergi bersama Rangga dan mengacuhkan telepon Alya. Alya yang kala itu memohon untuk mengobrol hanya mendapatkan kebohongan Cinta. Ini pula yang akhirnya membuat Alya semakin depresi

Itulah beberapa petikan mengenai pesan sayang yang ditampilkan film AADC. Sebenarnya masih ada pesan-pesan lain yang menyiratkan betapa pentingnya sayang, seperti yang terjadi antara Rangga dan Ayahnya, tapi saya maaf tidak akan saya teruskan analisisnya karena saya sudah ngantuk. Heuheuheu… 

Sebagai gantinya, saya lampirkan lirik lagu ‘Ibu Ibu Ibu’ karya Pidi Baiq (The Panas Dalam) serta liputan mengenai Balotelli yang juga masih ada hubungannya dengan rasa sayang.

Terima kasih telah membaca, mohon maaf atas segala keterbatasannya. Sampai jumpa.

--------------------------
The Panas Dalam, Ibu Ibu Ibu
Kau mengajari aku mengucapkan kata-kata baru
Kau menghendaki aku mengucapkan kata-kata bagus
Kau adalah yang tidak membunuhku selagi masih bayi
Kau adalah yang tidak mengutukku hingga menjadi batu
Kau sebut nama aku pada tiap ucap doamu
Kau jau lebih tinggi daripada aneka macam sorga

Kau tanyakan kabarku di saat aku tinggal jauh
Kau adalah yang lunglai di saat aku marah
Kau adalah yang malu di saat aku berbuat memalukan
Kau adalah yang bimbang tanya dengan siapa aku pergi
Kau jauh lebih harum dari apapun yang kau ingat harumnya
Kau adalah yang bilang jangan kecewa sama saya
Kau adalah dirimu dengan gentar kupanggil engkau Ibu


 ------------------------------------------

Oleh Dewi Agreniawati | GOAL.com – Jum, 29 Jun 2012 05:21 WIB
Striker Manchester City Mario Balotelli tampil sensasional dengan mencetak dua gol yang membawa Italia menang 2-1 atas Jerman di semi-final Euro 2012. Balotelli pun mengekspresikan kepuasannya usai membungkam kritik banyak pihak terhadap performanya yang dianggap buruk di turnamen empat tahunan ini.

"Di akhir laga saya menyambangi ibu, itu momen terbaik. Saya bilang kepadanya gol ini untuknya," kata Balotelli, dikutip Football Italia.

"Saya menunggu sangat lama untuk momen ini, terutama karena ibu saya tidak lagi muda dan tidak bisa melakukan perjalanan jauh, jadi saya harus membuatnya bahagia saat dia datang ke sini. Ayah saya juga akan ada di Kiev untuk menyaksikan pertandingan final."

"Sebelum laga ada ibu saya, saudara-saudara dan teman dekat. Memiliki orang terdekat memompa semangat saya," lanjut mantan FC Internazionale itu.

Kamis, 05 Juli 2012

‘Hai’




Kau datang lagi dalam malamku. Kali ini dengan sikap seperti hari-hari biasa. Bagaimana kau senyum begitu nyata, lebar buatku, seperti yang kauberikan saat kita jumpa kapanpun, di kampus, saat kusapa engkau yang sepintas lalu.

Benar adanya, sepintas lalu. Kau selalu berjalan cepat kala sendiri maupun bersama kawan, seperti kala aku pernah mengejar kereta terakhir di stasiun Cikini pukul sembilan malam. Di tengah engkau cepat, kupanggil namamu. Kau jawab dengan wajah itu, wajah yang tenangkan sebentuk jiwa lusuh. ‘Hai…’ begitu jawabmu. ‘Mau ke kosan’, lanjutmu setelah kutanya kemana engkau akan pergi. Agak heran kulihat caramu berjalan mengejar kosan sementara tempat itu takkan pergi. Padahal bergeser pun takkan mungkin selama tak ada gempa.

Sempat terpikir mengejarmu untuk sekedar mengantar ke depan gerbang atau mengejar kosan yang kaumaksud, tapi beberapa canda kawan mengurungkan niat itu. Sayangnya, canda itu selalu menjegal bila kutemukan kau. Sementara, engkau terus berjalan cepat tak peduli aku memperhatikan. Mungkin kau sengaja tak ingin kuganggu, malu pada orang-orang bila di dekatku, atau malah tak kuasa menahan rona yang pasti hadir saat aku mendekatimu. Semua masih tak jelas hingga saat ini kukenang senyum lebar yang menipiskan kelopak matamu itu.

Senyum tadi hadir tepat saat kau duduk di sebuah kursi sederhana, sambil menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirimu, memandang ke arah lain di balik jendela, jauh, sangat jauh tatapanmu, bukan menatap halaman rumah yang aku sebenarnya tak pernah tahu seperti apa. Saat itu bibir mungilmu tengah menjepit jari tangan kiri yang kaugigit kecil. Tak ada raut apapun. Kau hanya sedang menatap jauh, tapi matamu itu kalah jauh oleh kamera di kepala yang kaupakai untuk memutar klise-klise hal lalu. Aku tak tahu kepalamu sedang menyetel cerita apa, aku tak tahu.

Kusapa engkau dalam posisi itu dan jawabanmu masih sama, ‘hai’ saja. Andai kutanya engkau mau kemana, mungkin kau akan jawab ‘mau ke kosan’. Padahal kurasa kau sedang di rumah, meski aku tak tahu itu rumah siapa.

Masih sama jawab dan raut wajahmu itu menyambut suaraku dengan kata ‘hai’ yang kukenal. ‘Hai’, itu saja. Tak ada yang lain.

Ahh… malam temaram, kau semakin buram, kau semakin kelam.

Kamis, 31 Mei 2012

Surat Cinta Temaram

(buat WDJ)


selamat malam nuansa dian
yang mengilat wajah temaram

selamat malam aroma kembang
yang menyerbak kalbu muram

tak juga dipajang kolase ini, memang
yang terangkai serpihan ranum bunga senyuman
tak juga dipampang ini anyaman, memang
apalagi pada waktu diharapkan

sungguh telah menyembah ini karya
pada rasa, pada hawa, juga pada irama
yang merdu dengan tone-tone tanpa dayu
pula tanpa minor-minor nan sendu

dan inilah sejujurnya karya
lahir atas coret imaji
dari mata, juga ranum juita

selamat malam bunga lestari
semoga pagi memberi seri
biar karya ini abadi

Senin, 06 Februari 2012

Jadwal Pengajian IRMAS Assalam Nanggewer Kaum Periode Februari-Desember 2012

Meski masih ada yang harus diedit, saya putuskan untuk unggah file ini. Mengenai jadwal guru tidak ada perubahan.Ini link downloadnya. Slakan.

http://bit.ly/wnGuHQ

Sabtu, 21 Januari 2012

Perawan...

Hidup adalah pilihan yang tak kita pilih, tapi kehidupan adalah ragam pilihan yang sedia tuk kita pilih. 
2012- tekhnologi meninggi, modernitas meluas, dan globalisasi adalah aksi. Aku tak terlalu paham sebenarnya dengan tiga hal itu, hanya saja kukira semuanya membuat manusia semakin kehilangan wujud aslinya. Aku melihat banyak manusia dengan wajah berbeda di setiap tempat, padahal wajah-wajah itu adalah orang yang sama. Aku melihat banyak suara berbeda di setiap kesempatan, tapi ternyata suara itu keluar dari mulut yang sama.

Perbedaan tidak harus dijadikan masalah sebenarnya. Begitu pula perubahan dan segala hal yang tak konstan harus kita terima adanya, karena hidup adalah gerak dan gerak adalah perubahan. Sudah seharusnya setiap orang menerima keadaan (pilihan) yang tersedia di muka, tapi sebagai lelaki aku gundah dan bimbang menerima keadaan sekarang, tegasnya soal wanita.

Akhir-akhir ini aku senang melihat-lihat pembaruan di beberapa situs jejaring sosial, terutama pembaruan foto-foto penggunanya. Dalam penglihatanku yang masih wajar, sejujurnya banyak kutemukan pose-pose tiruan film Titanic bahkan American Pie terpampang. Masalahnya, pose-pose itu ditampilkan tanpa privasi dari pengunggahnya.


Melihat beberapa pose macam itu, sempat terbesit pertanyaan di kepalaku, apa masih banyak wanita perawan sementara di media banyak gambar wanita -beberapa diantaranya berjilbab- sedang bergandengan pada pinggang? Sangat salah memang jika ada yang menuduh seorang perempuan sudah tidak perawan, tapi bukankah berprasangka itu hal yang wajar?

Tanpa niat mengucilkan, secara gamblang aku sulit membedakan mana wanita yang pernah dijamah tangan tak halal dan mana yang masih sebening mata air. Meski begitu, kurasa wanita pun memiliki pertanyaan sama soal pria. (Bedanya, sering terdengar bahwa kebanyakan laki-laki ingin menikahi wanita yang perawan, sedangkan wanita jarang kudengar ingin mendapatkan laki-laki perjaka.)

Sempat ada satu jawaban terbesit mengenai kegundahan ini, yakni satu kutipan berbunyi 'kesetiaan lebih berharga daripada keperawanan'. Alangkah bijaknya kalimat ini. Sejenak aku merasa nyaman, tapi tiba-tiba terbesit lagi pertanyaan, bukankah itu sebuah pilihan? Masih adakah pilihan lain?

Waktuku di Siang Itu

Buat T.R.J.



Ingin kutanyakan langsung padamu,
Apakah kau pernah merasa begitu runyam?
Seperti menelan benang kusut, tapi terasa di dada.

Apakah kau pernah merasa begitu hambar?
Merasa selalu haus?
Atau malah merasa sesak?
Seperti menelan segenggam terigu, tapi terasa di dada.

Apa kau pernah merasa selalu gerah?
Apa kau pernah merasa muak dengan hidupmu?
Tak bernafsu pada tubuhmu?

Lalu tiba-tiba setitik cahaya menyentil jidat, merangsek masuki tengkorakmu, bersemayam dan menusuk.
Seketika itu pula puting beliung mengitari tubuhmu, mengoyak setiap isi sadarmu,

hingga kau begitu ringan menginjak bumi, mencium wangi dari tubuhmu sendiri dan kau tak mau melakukan apapun, karena ada sesuatu seperti mengusap bibirmu,
seseorang yang membuatmu tak henti berhayal untuk berpegang tangan,
dan kau merasa tenang seketika dalam saat lama.

Itulah waktuku di siang itu, saat menemukan matamu




awal 2011

(A.N.A.B)

Parau

Sejak satu jam lalu, malam di balkon rumahku tak berbulan. Gelapnya gulita. Suara kenalpot yang terkadang lewat hanya penyela megahnya sunyi seusai hujan.

Ini baru pukul sembilan malam. Kalaupun lebih, hanyalah beberapa menit tapi, malam sudah nampak begitu malam. Kepak kelalawar terdengar malas. Banyak dari mereka memilih libur mencari makan, kebanyakan dari mereka mungkin tengah bercinta.

Saat seperti ini memang banyak dihabiskan para nyawa dengan memadu kasih dan beradu kecup. Tapi, sesungguhnya lebih banyak  makhluk melumbuk atau meringkuk. Ya, meringkuk di tempat tidurnya sendiri atau di tempat paling ia sukai untuk sekedar membiarkan waktu berlari. Di beberapa pohon, parkit terkantuk di sarangnya, dan mereka tak jua tidur. Di dalam kandang, banyak ayam memandangi bohlam kuning lima watt di hadapannya. Sementara di alam waras, beberapa kepala menghisap kretek dalam-dalam di bangku warung kopi, beberapa yang lain memeluk lutut di samping sepeda motor yang mereka ojekkan, dan tak kalah banyak insan tengah mengetik semua hal berbau ‘galau’ di akun facebooknya. Ya, saat-saat begini galau begitu tangkas menjangkit manusia kebanyakan, termasuk aku.

Kuhisap dalam-dalam kretek filter lalu ku hembuskan separuh demi separuh. Bagai kosmetik yang dipakai aktris sinetron, rokokku kali ini menyempurnakan segelas kopi hitam yang tak lagi hangat. Di balkon ini, kubiarkan waktu berlalu tanpa perlu ia bilang permisi.

Kulihat di langit, malam dikunjungi beberapa bintang. Kilaunya sangat cantik. Di tanggal akhir seperti sekarang, memang bintang lukisan terindah yang bisa kupandang lewat jendela kamar. Tapi, bintang kali ini istimewa buatku, tahu kenapa? Karena satu bintang paling berkilau ada di arah timur laut, arah rumahmu. Adakah kau sedang menatap bintang itu?

Betapa menikmati bintang-bintang di sebelah timur laut dari balkon ini membuatku ingin bernyanyi. Aku ingin menyanyikan lagu-lagu sedih, lagu blue, lagu sendu yang bisa meninabobokan gundah dan lelah.

Stars shining bright above you
Night breezes seem to whisper I love you 
Birds singing in the sycamore tree
Dream a little dream of me

-Dream a little dream, Billie Holiday-

Billy Holiday menyanyi di telingaku. Dan baris pertama lagu inilah yang benar-benar terasa nyata. Dengan lagu ini, bintang yang indah menjadi sangat indah. Seiring wanita itu bernyanyi, dari samar kau datang mendekat, lalu memberikan senyum manis dambaan. Sejenak kemudian, aku sadar kalau kau memang tak ada di hadapku saat ini.

Suara blue dan sendu wanita ini membuatku lupa kalau ternyata kita belum ada hubungan apa-apa. Bahkan kini, rasanya sudah terlalu lama tak kunikmati senyummu. Karena Rutinitas, akhir-akhir ini aku hanya bisa memandang cermin abadimu, dalam album facebookmu, sambil menunda mimpiku, mimpi-mimpi kecilku.

Seusai lagu tentang mimpi tadi, lagu selanjutnya dan lagu-lagu lainnya kudengar begitu menyisir hati. Kali ini, Billie menyanyikan tembang Blue Moon milik Elvis Presley. Meski tanpa bulan malam ini, hatiku nyatanya tak kalah parau dengan lagu itu.

blue moon
you saw me standing alone
without a dream in my heart
without a love on my own


-Blue Moon, Elvis Presley-


Meski tak penting untuk kau tahu, betapapun terdengar begitu parau, lagu di hatiku begitu merdu.




25 Desember 2011